Sabtu, 26 Januari 2013

Bapak Ojek


Rumah yang berada jauh dipedalaman, mengharuskan saya menaiki moda transportasi bernama Ojek. Sebenarnya ada pilihan lain, saya bisa naik angkutan umum (angkot) bernomor punggung d.28 jurusan Citayam-Ciputat. Mobilnya berwarna ungu, ungu muda, ungu tua, sampai ungu ke pink-pink an. Sayangnya angkot ini tidak bisa mengantar saya sampai bibir rumah, saya harus berjalan sekitar 5-8 menit. Dan yang lebih disayangkan lagi, angkutan ini luamaa datangnya juga lelet jalannya. Haah!!

Saking seringnya naik ojek, saya bak primadona kalau turun dari bus/angkot. Bapak-bapak ojek di bibir BBS (nama gang setelah UIN) terutama di sayap kirinya, langsung mengacungkan tangan, memanggil nama saya atau memanggil nama perumahan saya. Saya terkadang suka bingung harus memilih bapak mana yang hendak saya tumpangi. Lucunya, kalau saya memilih salah satu dari mereka –biasanya saya memilih orang yang sudah saya kenal atau familiar dimata saya- bapak ojek lainnya bilang begini; “Yah, nisa sombong nih sekarang. Gak inget sama abang”, “Besok sama abang ya, neng!”. Ada juga yang memicingkan mata, menghela nafas sambil membetulkan posisi motornya. Sampai-sampai gak enak hati saya dibuatnya. Hahahaha!!

Sebelumnya saya mau menceritakan sejarah kenapa bapak-bapak ojek itu bisa mengenal saya :D

Dulu ketika masih SMA, saya dan kedua teman saya (Maya dan Yudit) suka naik ojek dari BBS. Maya badannya berisi, suka naik bapak ojek yang cungkring bertopi dengan motor honda legenda yang warna pink ungu merah gitu garisnya. Sedangkan saya dan Yudit, biasa ‘niga’ biasanya sama pak Ruslan. Gak butuh lama, kami langsung terkenal dikalangan tukang ojek bibir BBS.

Ojek saya dan Yudit itu jempolan orangnya. Kenapa jempolan? Soalnya 1) dia bisa diutangin, 2) terima panggilan antar-jemput, 3) motornya baru, 4) orangnya gagah, 5) penampilannya necis nan wangi, 6) murah meriah dan yang terakhir beliau itu ramah dan baik pastinya. Dilihat dari penampilan luarnya, memang gak kelihatan seperti tukang ojek. Beliau cerita banyak kalau sedang mengantar kami, mulai tentang lingkungan sekitar, berita yang sedang hangat di media massa, sampai keluarganya diceritakan. Beliau juga sering memberikan kami tips dan triks, dan nasihat-nasihat. Saya sudah lupa apa saja.

Pernah suatu ketika saya pulang sendiri bersama pak Ruslan.

“Nis, kalau mau ngubungin saya ke nomor esia aja ya! Ini nomornya.......”

“Ok, pak! Hp nya yang kemarin memang kemana?”

“Buat nyekolahin anak, nis.....” Dang! Saya baru ingat, anak beliau tidak sedikit. Saya langsung gak bisa berkata-kata, apalagi waktu itu saya sehabis hangout sama teman-teman. Saya menghaburkan uang, sedangkan pak Ruslan........... :'[

Gak lama beliau bercerita kalau sudah bekerja, sampingan tuturnya. Ternyata beliau jualan kayak obat-obat yang biasa disebut klorofil. Saya pernah diberi tetesan obat yang sepertinya selalu ia bawa. Saya sedang menderita batuk berdahak yang cukup parah kala itu. Sesampainya dirumah, ia memerintahkan saya untuk mengambil segelas air putih, diteteskanlah klorofil-klorofil itu. Air berubah jadi keruh, jadi hijau. Bapak saya yang lagi dirumah pun langsung agak terheran-heran sama kegiatan yang sedang kami lakukan (plis jangan mikir yang enggak-enggak!).  Setelah itu saya tidak pernah bertemu dengan pak Ruslan lagi. Baik di sepanjang jalan legoso, juga BBS. Dengar-dengar, beliau sudah kerja kantoran. Pangkatnya naik karena berhasil mengajak beberapa temannya untuk ikut sama dia. Ah pak Ruslan.... Hilang satu, tumbuh seribu. Gak ada pak Ruslan, masih ada bapak-bapak ojek yang lain. God Bless Ojekers!

Selain pak Ruslan, bapak-bapak ojek langganan juga asik dan baik. Tapi belum ada yang bisa menggantikan beliau huhu... Ada bapak ojek disebelah kanan bibir BBS (ojek bagian situ kebanyakan songong bin njelei, meh..), sudah tua, rambutnya putih, sepertinya ringkih. Ketika saya turun dari angkutan umum, teman-temannya seperti mengkambinghitamkan beliau gitu. Mentang-mentang penampilan saya seperti mahasiswi kere, langsung dikasih ke bapak tua itu padahal beliau baru saja sampai belum sempat melipat jas hujannya. Dengan senyum merekah, beliau menggenjot pedal stater motor, hampir saja saya ditinggal.

Sepanjang perjalanan beliau banyak bertanya, kami pun mengobrol banyak saat itu. Ia bercerita kalau punya 3 anak, salah satunya dosen di universitas swasta. Salah satu anaknya juga ada yang sekolah sampai perguruan tinggi, hendak mengambil S2 malah.

“Padahal bapaknya Cuma tukang ojek. Tapi alhamdulillah puji syukur anak saya bisa sekolah tinggi”
Haaah... Kepala saya pusing seketika.

Ketika ia tau saya mahasiswi UNJ, ia bertutur kalau menantunya juga lulusan UNJ. Setelah pengenalan diri, bapak itu menuju ketahap selanjutnya, ia membicarakan tentang hubungan percintaan.

..............................“Sudah punya pacar belum, mbak?”..................................................

Saya jawab saja dengan ketawa-ketiwi super lucuk. Beliau langsung memberi saya wejangan. Perjalanan kami pun berakhir, sampailah saya dirumah. Sebelum saya turun, ia bertanya

“Mbak agamanya apa? Islam, kristen, hindhu, buddha?”

“Islam bapak...”

(Ia menyebutkan beberapa kalimat sapaan dalam islam). Sambil tersenyum ia berkata
“....... Apapun agamanya, kita jangan pernah lupa bersyukur sama Tuhan. Jangan lupa berdoa juga ya mbak...........”

“Iya, pak. Terimakasih ya pak”

Senyum merekah dari bibir. Mengingat-ingat perjalanan bersama bapak tua yang sangat-sangat cool, sangat inspiratif, juga sepertinya beliau selalu berpikiran positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar