Selamat hari minggu, semoga keberuntungan menghampiri kamu :D
Weew, akhirnya... Abang-abang mood menghampiri setelah sekian lama
tidak memposting di amaulidta[at]blogspot[dot]com, GOD!
Kali ini gue mau sedikit (banyak) cerita tentang topik yang
sedang gue gandrungi beberapa semester terakhir hoho. Yes! LGBT Things. But this
time, i wanna share something about the G(ay) first. This “Gay thing” was
spinning in my head for sooo long. It was really interesting! Speak about how
they live their life as a minority, their realitionship, and so on.
What i get from those Gay guys is they are exactly same with
us, feeling guilty, happy, sad, broken hearted, fallin in love... and what is
the differences? Their faith, believes about sexual which contradiction with
the religion and norms. They are attracted to people of his own gender.
Gay merupakan sinonim dari homosexual, berupa gambaran dari
ketertarikan sesama jenis baik sesama lelaki atau sesama perempuan. Namun,
penyebutan Gay lebih lazim digunakan untuk kaum adam karena penyebutan untuk hubungan
sesama jenis perempuan sudah menggunakan kata ganti Lesbia(an). Gue tidak ingin
menjabarkan lebih lanjut mengenai pengertian beserta tetekbengek nya kata-kata
diatas, juga sejarahnya. Karena bisa lo lihat secara lengkap di wikipedia[dot]com,
hehehe.
Disini gue lebih concern sama perkembangan Gay di Jakarta
(khususnya). Setelah melakukan pengamatan kecil-kecilan -karena gue orangnya
kurang kerjaan dan suka mau tau urusan orang hehe- gue mengambil kesimpulan
kalau perkembangan Gay diakhir tahun 2000-an berkembang pesat. Apalagi media
massa mensupport sekali keberadaan kaum minoritas ini. Fenomena
yang dapat dikategorikan baru, ternyata sudah lama keberadaannya di tanah air.
Setelah Indonesia Merdeka (lepas dari kolonial) hingga menjamurnya media massa ternyata mempengaruhi keberadaan kelompok ini. Ternyata hubungan sesama jenis di Indonesia ada jauh sebelum penggiat hubungan sesama jenis ini mengenal keadaan yang sama di Barat maupun negara-negara lainnya. Kebanyakan dari mereka adalah kaum menengah, tidak sedikit kaum menengah keatas, juga menengah kebawah. – Gay of Archipelago
Setelah masuknya mereka dibeberapa acara tv, dengan atau
tidak menyantumkan embel-embel Gay, membuat mereka (secara tidak langsung) kaum
ini diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, Jakarta khususnya. Masyarakat
urban yang tidak dapat menangkis pengaruh globalisasi, juga zaman yang menuntut
segalanya serba perfect, turut menyumbang sebagian besar perkembangan kaum Gay. Tidaklah
sulit menemukan website, juga tempat berkumpulnya orang-orang Gay. Mereka berada
diberbagai aspek masyarakat, banyak pula yang menjadi pekerja seni. Tetapi,
mereka mempunyai kehidupan sosial yang lebih baik daripada kaum LGBT yang
bekerja sebagai pekerja lainnya. Ketika masyarakat membutuhkan hiburan, tidak
peduli latarbelakang individu tersebut, selagi mereka dapat tertawa dan
terhibur permasalahan yang awalnya dijadikan busur panahan berubah.
Namun,
hadirnya kaum Gay di Jakarta ternyata tidak disambut hangat. Jelas alasannya,
bahkan dinegara-negara barat penerimaan mereka pun masih menemui kendala. Walau
seiring berjalannya waktu, mereka semakin vokal menuntut penyamarataan hak,
hukum juga dimata sosial.
Pertanyaanku: Salah kah mereka, dengan keyakinan yang
dipilih? Terlepas dari sudut agama dan norma-norma yang ada?! Jika salah,
jangan lupa, tiap-tiap mereka mempunyai hak-hak asasi manusia! Yea, para
pembuat kebijakan pun bingung dibuatnya.
Menurut gue pribadi, enggak... Tapi karena sejak kecil gue
mendapat didikan agama yang cukup kuat juga dibentengi norma-norma ketat yang
cukup membuat gerah, membuat ada dualisme didalam diri. In a hand i do accepted
those Gay guy, but in another hand....
What am i supposed to do, than?! What the hell you supposed
to do?!
But.. gue baru inget postingan gue bukanlah mencari jawaban
atas apa yang harus gue perbuat, dll. Gah!
Back to topic... Gay di Jakarta jadi semacam trend gitu,
agree gak? Mau kemanapun gue pergi, pasti nemu deh satu-dua atau bahkan
sekelompok orang-orang Gay hehe. They like somekind of something which grow
faster than you know hehe. Sering mengerenyitkan dahi terkadang, sering juga
senyam-senyum sendiri ngeliatnya. As long as they’re fine, i will zip my lips.
Nah! Beda cerita kalo gue lagi sama temen gue (laki-laki) yang
kebetulan normal, mereka semacam membuat benteng bagi orang-orang ini. Banyaklah
alasan yang mereka utarakan, secara tersirat tentunya. Tapi banyak juga Gay guy
yang bergaul dengan laki-laki normal. Ya itu tadi, as long as they’re fine , i’ll
be fine too.
Sekarang gue beralih ke orang-orang yang mm bisa dibilang
menentang Gay. Mereka membawa nama agama dan norma-norma sosial yang berlaku. Agama
apapun itu (Islam, Kristen, Yahudi, Buddha, Hindhu) tidak mengajarkan untuk
berhubungan sesama jenis. didalam norma sosial juga senada. Bahkan seperti yang
kita tahu, kaum minoritas pasti mendapat diskriminasi dalam masyarakat. Mereka itu
salah, dan harus diluruskan kembali kejalan yang benar.
Be patient, guys!
Sulit memang ketika dihadapkan dengan fenomena (apalagi)
sosial yang ada. Penyelesaiannya tidaklah mudah. Mari tilik kembali pada masa kepemimpinan
Hitler, yang memusnahkan kaum minoritas; Yahudi, homosexual, orang cacat. Pemusnahan
ternyata bukanlah jalan keluar. Pendiskriminasi-an juga bukan jalan keluar.
Walau banyaknya pro dan kontra yang ada, semata-mata membuat
keadaan ini menjadi dinamis, ya namanya juga fenomena sosial.. Terlepas dari
itu, kaum Gay juga LGBT, sudah mulai diterima oleh masyarakat. Sudah dianggap ‘biasa’.
Label minoritas, seakan-akan luntur. Mungkin, karena partisipasi mereka dalam
kehidupan bermasyarakat yang cukup besar.
Well...
Menjadi Gay itu, pilihan. Menjadi normal -pandangan seksualnya-, juga pilihan. Gue, aku, kamu, elo, Kita, sama-sama punya pilihan. Ariflah dalam memilih, toh hidup cuma sekali. Aku as a person menghargai pilihan-mu, asal kamu bahagia. xoxo :)
Regards,
Aem ^_^v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar