Kamis, 04 April 2013

Pembatas


Selamat pagi,
Pagi waktu yang baik untuk memulai aktifitas, jangan lupa ajak segelas susu dan biskuit rendah lemak! Gayaaa :p

Oya, have you ever heard about boundaries? Haha. Kalau dalam interior rumah, biasa disebut sekat, yang bobotnya lebih berat biasa disebut tembok. Well, gue tidak sedang ingin membahas tentang interior rumah atau artian dari si kata boundaries. Yang ingin gue bicarakan adalah tentang istilah lain dari kata-kata yang udah gue sebut diatas, batasan.


Sejak kecil, kita sudah dikelilingi partisi-partisi. Orang tua membentengi diri kita dengan seabrek peraturan, membatasi gerak-gerik anaknya yang masih lugu nan polos juga lucu haha. Seiring berjalannya waktu, kita dimasukkan dalam lembaga formal (sekolah) yang juga membatasi kita, berbekal peraturan dan embel-embel lainnya. Setelah lepas dari kekangan sekolah yang 12 tahun lamanya, gue mengira partisi-partisi bebas sudah mulai mengurai zatnya, namun kenyataan berkata lain, gue masih dibentengi! Keluar dari hal-hal berbau pendidikan dan keluarga, masih juga dibatasi oleh agama, norma dalam masyarakat, adat istiadat, dan lagi-lagi peraturan. Ternyata lepas dari semua itu masih ada juga yang membatasi gue, pasangan. Huahahahahaha

Terkadang, gue merasa gerah sama partisi-partisi tak nampak itu. Kalau dipikir-pikir, apa guna hidup kalau harus ada benteng tak bergerak yang terus-terusan membatasi kita dalam melakukan sesuatu, mengutarakan sesuatu, bahkan berfikir.

Pada akhirnya, gue membentengi diri gue sendiri. Membentengi diri dari hal-hal yang menurut gue tidak benar, sesuai dengan pengalaman yang mengajari, mana yang benar juga salah. Salah gak sih? Asal jangan jadi pribadi yang inferior, gue rasa gak masalah.

Menetapkan batasan-batasan, itu penting dan wajib hukumnya. Ini baru gue sadari ketika gue berniatan untuk menjadi pembobol partisi gila itu. Sejenak gue tersadar kalau kita hidup tanpa batasan, tembok, partisi, boundaries dan aturan, apa jadi nya dunia?!
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar